Hari itu
pukul 06.20 WIB, sekolah masih sepi. Aku yang sering datang jam segini pun
terbiasa dengan kondisi sekolah yang
masih sepi ini.
“pagi
Pak…”, sapaku pada Pak Ade, satpam sekolah.
“pagi Nak,
rajin sekali kamu”, balas Pak Ade dengan logat jawanya yang khas.
Aku pun
melangkahkan kakiku ke kelas. Kelas X.1. Ya, aku baru kelas X. Baru tiga bulan
aku menginjakkan kakiku di sekolah ini. Aku adalah orang yang tertutup. Apalagi
sama perempuan. Aku selalu jutek dan cuek sama mereka. Teman-temanku pun
bingung. Banyak gadis cantik yang suka sama aku tapi yaaa sikapku malah dingin
sama mereka. Mereka kira aku ‘abnormal’ haha. Nggak kok. Tapi yasudahlah.
Biarlah orang berkata apa~
Setibanya
di kelas, aku duduk. Lalu kubuka komik favoritku dan kemudian aku membacanya. Lima menit kemudian…
duuuuuggg…. Aku mendengar seseorang tengah terjatuh. Dia menggedor-gedor pintu
dan merintih sesak nafas. Lalu aku hampiri gadis itu.
“ya Allah…
ada apa ini? Apa yang terjadi?”, tanyaku dengan segenap rasa cemas.
“obat!
Ambilkan aku obat! Itu… disana… di tasku…di kelas X.4!”, jawabnya dengan
terengos-engos. Aku bingung.
“cepat ambil obatnya!!!”
desaknya. Sontak aku panik. Lalu aku segera berlari
ke kelasnya dan mencoba mencari-cari obat di tasnya. Aku
tidak tahu dia menyimpannya disebelah mana. Aku mencari-cari. Setelah agak
lama, barulah ketemu. Ternyata obatnya ada di dompet kotak kecil yang ada di
dalam tempat pensilnya.
“ini…
ini…”, aku pun langsung memberikan obat itu padanya. Dia mengisap benda itu dan
sesak nafasnya kemudian mereda.
“bagaimana?”,
tanyaku memastikan keadaannya. Dia diam sejenak, membuatku menunggu. Setelah
nafasnya kembali normal, aku bertanya lagi.
“gimana?
Udah enakan?”
Tapi,
bukannya dibalas dengan baik, ia malah marah-marah padaku.
“kamu ini
gimana sih?! Ngambil obat aja lama! Coba kalo aku mati disini? Kamu mau
tanggung jawab? Hah?”. Aku terkejut dengan segala sikapnya yang tak berterima
kasih. Sampai-sampai aku hanya bisa diam terlamun dengan wajah yang sedikit bodoh.
“apa?”,
tanyaku.
Lalu dia
berdiri dan pergi begitu saja ke kelasnya. Tanpa basa-basi atau apalah. Aku
kesal. Kesal sekali. Ingin rasanya aku memarah-marahi gadis itu. Huh. Tambah
malas aku sama yang namanya “perempuan”. Hih! Akupun memukul-mukuli tembok
dengan genggaman tanganku.
“aaaaaargh!”, teriakku kesal.
“hey! Lagi ngapain lu Fal?”,
tanya temanku, Aji, yang baru saja tiba dikelas.
“nggak.” Jawabku singkat.
“kok pagi-pagi udah marah-marah
kayak gini sih? Kenapa? Cerita dong sama gua”
“itu tuh. Anak cewek kelas X.4.
udah gua tolongin malah marah-marah! Gak tau terima kasih!”, jawabku kesal.
“oh ya? Memang siapa dia?”
“gak tau. Gua gak kenal.”
“sabar ye! Haha. Udah ah muka lu
jelek banget sumpah! Wkwkwkwk”
“ni anak malah bikin gua nambah
badmood.”
“bodo.” Ledek Aji padaku.
Bel pun berbunyi. Teetttt………..
teeeeeeeeeett…. Teeeeett………..
***
Tiga hari berselang, seperti
biasa aku datang pagi ke sekolah. Dan seperti biasa pula aku membaca komik.
Kali ini komik yang kubaca, komik baru. Seru sekali. Ketika sedang
asyik-asyiknya membaca, tiba-tiba seorang gadis datang kehadapanku. Ah,
ternyata perempuan itu. Perempuan yang tidak tahu terima kasih.
“ada apa?”, tanyaku singkat. Dia
terlihat malu-malu dan ragu. Entah apa yang akan dia katakan. Suasana berubah
jadi hening. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya.
“ada apaaa?!!”, tanyaku dengan
nada yang sedikit terpancing emosi. Kupikir dia mau apa. Ternyata dia malah
mengeluarkan setangkai bunga mawar yang ia sembunyikan. Mebuatku semakin
bertanya-tanya.
“ini apaaa?!! Apa maksudmu? Kau
pikir ini taman kanak-kanak? Hah? Jangan bercanda!!”, kesalku.
“kenapa mesti marah sih? Aku
kesini cuma mau minta maaf. Jangan marah! Aku tau waktu itu aku salah. Makanya
aku kesini buat minta maaf.” Balasnya dengan raut wajah yang sedih. Aku sontak
terkejut dengan sikapnya yang mulai mencair. Aku mencoba tenang menghadapinya .
“berapa umur kamu?” tanyaku.
“16 tahun.”, jawabnya dengan
kepala yang menunduk.
“nah kan?! umur kamu udah gak muda lagi, kenapa justru sikap kamu seperti
“nah kan?! umur kamu udah gak muda lagi, kenapa justru sikap kamu seperti
anak kecil ?!” marah ku padanya.
Lalu ia pun tiba tiba berbalik menatapku seperti akan menghukumku, dengan nafas
yang tak beraturan ia letak kan
bunga itu sambil memukul meja.
“Aku kan sudah minta maaf!!! Isssh!”
Dan dia pun pergi lagi, namun
kali ini langkahnya terhenti didepan kelasku, sambil mengusap matanya, apa dia
menangis? Menangis karenaku ?! Aku pun keluar menghampirinya, ku coba
memastikan benarkah fikiran ku itu, dan ternyata benar, dia menangis. Aduhh…
apa yang harus aku lakukan? Aku bimbang dan bingung apa yang harus ku lakukan
terhadapnya. Sampai akhirnya aku memberanikan diri meminta maaf padanya,
“aku salah, aku minta maaf ya?”
Ia lalu menoleh ke arahku dengan air mata yang membasahi wajahnya sambil berkata,
“apa kamu tahu berapa hari aku memikirkan hal itu, hanya untuk meminta maaf saja tuh, itu gak mudah, tapi karena aku tahu aku yang salah, makanya aku memberanikan diri kembali kesini dan minta maaf, aku juga malu begini, tapi kamu bukan nya ngomong baik baik malah memarahiku, aku gak biasa melakukan ini, kamu tahu?!!” kesalnya. Aku tertunduk mendengar jawaban nya.
“iya, aku minta maaf ya, aku juga salah.” Balasku.
Ia lalu menoleh ke arahku dengan air mata yang membasahi wajahnya sambil berkata,
“apa kamu tahu berapa hari aku memikirkan hal itu, hanya untuk meminta maaf saja tuh, itu gak mudah, tapi karena aku tahu aku yang salah, makanya aku memberanikan diri kembali kesini dan minta maaf, aku juga malu begini, tapi kamu bukan nya ngomong baik baik malah memarahiku, aku gak biasa melakukan ini, kamu tahu?!!” kesalnya. Aku tertunduk mendengar jawaban nya.
“iya, aku minta maaf ya, aku juga salah.” Balasku.
“hmmmmm….”
“jangan nangis dong! Jelek tau!
Heheheh”
“apaan sih…”
“iyaya maaf hehehe.. senyum
dong!”
Lalu aku
senyum dan mengajak dia untuk cantelan. Dia
pun tersenyum. Aku tertawa. Dia pun tertawa.
“ekheeemm…
ciyeeeee ciyeeeeee……”, Aji ternyata dari tadi melihat kejadian itu. Dia ngumpet.
“apasih lu!!”
“iyeee
iyeee maaaf”, Aji pun masuk ke kelas.
“maaf ya,
temanku memang suka rada-rada. Hahahhaa” jelasku pada gadis itu.
“iya
hahahah gak apa-apa.” jawabnya sambil ketawa.
“oiya, nama
kamu siapa?”
“Mawar.
Kamu?
“Naufal.
Salam kenal ya.”, sambil memberikan sebuah senyuman manis padanya.
“oke. Aku
balik ke kelas dulu ya”,
“oh iya iya
silakan”
***
Mulai hari itu, hubungan kami pun
terjalin seiring berjalannya waktu. Setiap pagi, dia selalu menghampiriku dan
memberiku setangkai mawar. Aku pernah bertanya kepadanya kenapa dia selalu
memberikan bunga mawar untukku? Dia jawab, karena di halaman rumahnya memang
banyak sekali bunga mawar dan bunga mawar adalah bunga kesukaannya. Dia suka
memetik mawarnya untuk orang yang dekat dengannya. Sahabatnya pun selalu ia
beri. Next, aku dan Mawar sering pulang bareng, ke kantin bareng, ke perpus
bareng. Dan….. ketawa bareng, nangis bareng daaaaaaaaaan yang lainna. Mulai
saat itu kita selalu bersama. Entah mengapa kami dekat dengan sendirinya,
setiap hari semakin dekat. Sampai ku tak menyadari berapa lama aku mengenalnya
hingga perasaan itu berubah jadi sesuatu yang tak bisa ku jelaskan pada dirku
sendiri. Kini tiap malam aku merenungi apa yang sedang terjadi padaku, sambil
menatap bintang-bintang dilangit, kini kucoba berbicara pada alam
“kenapa???????????????? apa ini cinta??????????? “. Ku fikir aku akan jadi gila
bila tidak menemukan jawaban nya. Seseorang yang jutek, cuek dan dingin
terhadap perempuan ini bisa jatuh cinta? Oh My God…….
Pagi kembali datang. Kusambut
hari dengan penuh semangat. Semangat karena apa hayo? Hayoooo? Hehehe.
“aku jatuh
cinta kepada dirinya~ sungguh-sungguh cinta oh apa adanya~”, aku lagi suka lagu
itu hihi. Mungkin…… iya mungkin.
“hayoooooooooo!!!!!!
Ciyeeeeee tau deh yang lagi jatuh cinta!”, teriak Aji mengejutkanku.
“yaelah
elu!!!! Gue kaget sumpah.”, sambil mengusap-mengusap dada.
“hahahahahaha”,
Aji hanya menertawakanku,
“puas lu
puaaaaaaas?!!!”, kesalku.
“gua tau
lanjutannya, yang gini kan…
aku jatuh cinta~ butiran debu~”, sambung Habib, dia temanku juga. Dia lucu
orangnya. Haha
“bukan
biiiiiiiiiib!!!! Hih!”
“pagi
Naufal… pagi Aji… pagi Habib”, Mawar pun seperti biasa ke kelasku. Tak lupa
pula ia memberikanku setangkai mawar.
“uuueeekheeeemm….”,
Aji dan Habib pun teriak seperti orang yang batuk akut.
“lu berdua
batuk? Udah deh sana-sana keluar!”, kataku.
“ngusir?
Yaudah deh, capcus cin!”, ajak Habib pada Aji.
“hahahhaha
aduh ada-ada aja mereka”, kata Mawar dengan tawanya. Tawa yang indah. Kok dia
makin cantik ya? Hmmmm.
“uueeekheeemm……”,
Aji dan Habib muncul lagi di depan pintu sambil gaya batuknya mereka. Kemudian pergi lagi. Ah
iseng terus nih mereka.
“woooooy!”,
teriakku pada mereka.
“hahahahha”,
Mawar pun tertawa lagi.
“eh,
ngomong-ngomong pulang sekolah kamu mau kemana? Pulang kan? Bareng yuk!”, ajakku padanya.
“aku bawa
sepeda”
“yaudah
nanti aku yang boncengin deh! Hehe mau?”
“boleh
deh…”, jawab Mawar sambil tersenyum.
***
Tettttt…..
tettt…. Teettt…
Bel pulang sekolah pun berbunyi.
Aku segera menghampiri Mawar. Lalu kita ke tempat parkir dan mengambil
sepedanya Mawar.
“yuk
naik!”, ajakku dengan semangat.
“yuk!
Jangan ngebut-ngebut ya aku takut heheh”
Aku dan
Mawar pun pulang bersama dengan sepedanya. Aku harus mengantar Mawar ke
rumahnya.
Akhirnya
sampai di rumah Mawar. Aku turun kemudian memberikan sepedanya pada Mawar.
“makasih
yaah”, kata Mawar.
“iya
sama-sama”, jawabku.
“naufal…..”,
ia memanggil namaku.
“iya,
apa?”, aku pun memberikan senyuman padanya.
“hmmmmm….
Besok ada waktu gak pulang sekolah? Aku mau ajak kamu ke Taman.”,
aku bertanya-tanya, mau apa ya dia mengajakku ke taman?
“hmmmmm….
Kurang tau deh. Yaudah kalo emang ada waktu, nanti aku kesana.”
“okeh!
Naufal…..”, ia memanggil namaku lagi.
“iya, apa?”
“hari ini,
kamu gak mau kasih aku bunga?”, tanyanya memandangiku. Sontak aku
bertanya-tanya, apa yang aku janjikan padanya.
“Hmmmmm…. kamu pasti lupa ya?
hari ini kan,
setengah tahunan kita bersama-sama. Menjadi teman dekat.”, rautnya berubah menjadi kecewa.
“apa? ada ya setengah
tahunannya?”, tanyaku polos. Ia lalu mengalihkan pandangan nya dariku.
“payah. padahal kan, aku harapin kamu inget.” sedihnya.
“itu, iya kamu mau apa? nanti aku
belikan?”, tanyaku memberi harapan padanya. “beneeeeeer?”, tanyanya kegirangan, entah
kenapa melihatnya bahagia seperti ini, aku merasa sedih, tak biasa nya seperti
ini, rasanya seperti aku rindu suasana seperti ini, duduk bersamanya dan
bergurau bersama
“hmm…. Gak
banyak yang aku mau, aku cuma mau bunga mawar.” Cetusnya.
“ mawar?”
“iya, slama
ini kan aku terus yang bawain mawar buat kamu, lain kali harus kamu dong yang
bawa mawar buat aku, kamu tuh gak ada inisiatif banget sih?”, lucu ku
melihatnya begini, dia selalu punya cara untuk membuatku tersenyum.
“cuma
itu?”, tanyaku, ia menoleh ke arahku dan kembali tersenyum dengan mata yang
menyipit.
“iya, aku tunggu ya”
“okeh! Aku
pamit pulang yaaaa? Dadaaaah Mawar!”, aku pun mulai melangkahkan kakiku dan
melambaikan tangan untuknya. Entah mengapa kaki ini berat sekali untuk
melangkah.
“Naufaaaal…….”,
ia memanggil namaku untuk yang ke tiga kalinya.
“apa?”
“tidak.”,
ia memberikanku sebuah senyuman. Deeeggg…. Senyuman itu….. tak seperti
biasanya. Indah…. Indah sekali.
“hehe kamu
nih. Dadaaaah… Assalamu’alaikum”, akupun pulang dengan tanda tanya. Iya, tanda
tanya untuk senyuman itu.
***
Pagi yang
cerah. Kumulai hariku dengan do’a yang selalu terperanjat. Hari ini Bu Suci mau
mengadakan ujian praktek kimia, jadi kelas dimulai 1 jam lebih awal. Jam 6.
iya, jam 6 pelajaran sudah dimulai. Hari ini aku belum bertemu Mawar. Tapi hari
ini di sekolah aku tidak dapat menemuinya. Karena semua guru mata pelajaran
hadir semua. Tidak mungkin aku bolos. Jam istirahat, waktuku terpakai oleh tugas
Bu Indri. Bu Indri meminta tolong padaku untuk mengetikkan naskah drama untuk
pementasan Theater nanti. Karena memang dikelas, aku lah orang yang paling
cepat dalam mengetik
Tak terasa, sudah waktunya pulang. Hari ini
ada kerja kelompok yang memungkinkan aku untuk pulang sore. Akhirnya aku
mengerjakannya. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam sudah
terlewati. Sore pun menjelang. Aku pulang. Dan malam….. malam menjelma. Aku
lelah. Ku rebahkan tubuh ini ke ranjang kasur. Empuk sekali. Akupun menengok
handphoneku yang sedari tadi aku matikan. Ada
15 panggilan tak terjawab? dari Mawar?!! dan juga ada 1 pesan masuk dari nya,
dan ku baru ingat bahwa ku berjanji akan membelikan mawar untuknya, ya ampun
kenapa aku bisa lupa banget begini sih?! berhubung sudah malam dan tak ada
tukang mawar pada malam hari, aku pun terpaksa mengundur janjiku untuk
membelikan nya mawar pada esok hari. Sungguh hatiku tak tenang, aku merasa
bersalah padanya, ku coba menghubunginya, tapi handphonenya tidak aktif. Pesan
ku pun tak terbalas olehnya, apa dia marah padaku?
Pukul 23.00 aku masih belum bisa
tertidur. Aneh. hari ini bintang pun tak ada, semilir angin seperti bebisik
padaku, namun entah mengapa malam ini rasanya dingin sekali, apa esok akan
hujan?
***
Pagi menjelang. Awan mendung mengiringi langkahku. Rasa-rasanya hari ini berbeda. Entah apa yang berbeda. Hari ini aku janji akan memberikan bunga mawar untuk Mawar. Pagi-pagi aku ke kelasnya. Tapi Mawar tak ada.
“hey…. Ada Mawar?”, tanyaku pada
salah seorang teman Mawar.
“hmmmm…
belum datang. Mungkin sebentar lagi.”, jawabnya.
“yasudah
makasih ya.”, akupun kembali ke kelas sambil berharap nanti pulang sekolah ia
ada dan kita sama-sama pergi ke taman, ke tempat yang ia janjikan lusa kemarin.
Tetttt….
Teettt… teett…. Bel pulang berbunyi. Aku berharap. Aku berharap Mawar ada di
kelasnya.
“ada
Mawar?”, tanyaku ke temannya.
“gak ada.
Dia gak masuk hari ini dan gak ada keterangannya. Mungkin suratnya bakal nyusul
besok atau lusa.”
“aa…
aaapaa? Tak ada? Astagfirullah. I… iii ya yaudah makasih.”
Aku segera
berlari. Perasaanku tak enak. Aku beli mawar dulu, atau langsung ke rumah Mawar
untuk memastikan keadaannya ya? Ah aku kan
sudah janji. Iya, aku membeli bunga Mawar dulu. Akupun pergi ke toko bunga dan
ku beli setangkai mawar.
Setelah
itu, aku pergi ke rumah Mawar. Dan akhirnya aku sampai di gang rumahnya. Hatiku
berdebar-debar ketika kumulai menelurusi gang itu. Sepi, sunyi. Ah mungkin
Mawar hanya sedang menemani Orang tuanya atau saudaranya yang sedang sakit.
Atau pergi ke rumah neneknya. Atau…….
Prasangka
baikku terhenti oleh bendera kuning yang ada di depan rumah Mawar.
Aku segera berlari dengan segala prasangka buruk tentang
Mawar. Ya Tuhan, siapa yang meninggal? Siapa? Kenapa rumah ini sepi? Ketika
kumulai melewati pagar rumah mawar dan mau memasuki rumahnya, seorang wanita
keluar dari rumah Mawar dengan memakai baju hitam-hitam. Ada apa ini? akupun menghampiri wanita itu.
“kak, mohon
maaf, siapa yang meninggal?”
“adek
siapa?”, tanyanya dengan terisak-isak.
“saya
Naufal kak, teman Mawar.”, kataku menjelaskan.
“Naufal???
Dek…… Mawar……”, wanita itu semakin menangis.
“Mawar
meninggal. Sekarang raganya telah disemayamkan di Yogya. Disamping kuburan
Ibunya”, lanjutnya.
Aku lemas dan terjatuh. Mawar,
mawar ini belum sempat kuberi untukmu. Kelopak bunga mawar yang ku pegang,
berguguran. Maafkan aku Mawar. Maafkan aku. Aku menangis. Betapa tidak? Mawar
ini, mawar ini adalah mawar terakhir untuknya. Aku mencoba tegar. Berdiri. Dan
mengusap air yang membanjiri pipiku.
“dek Naufal…. Yang tabah ya
nak!”, titah kakaknya yang nangisnya sudah mereda.
“kemarin, Mawar pulang sore,
katanya habis dari taman.”
“sore?”
“iyaa”. Ya Allah. Mawar
menungguku hingga sore. Aku menyesal tidak menepati janjiku. Aku semakin
menangis.
“dan ketika malam, ia merintih
sesak nafas. Kau tahu nak? Mawar punya penyakit asma sejak SD. Kapanpun asma
nya bisa kambuh. Apalagi sekarang, kata dokter, asma yang di derita Mawar,
sudah akut. Dan saat malam tadi, Mawar menjerit-jerit kesakitan. Dia tak henti-hentinya
memukul-mukul dadanya. Asmanya parah, obat tak mampu meredakan nafasnya. 15
menit berselang, saat kakak dan keluarga sedang menunggu kehadiran dokter,
nyawa Mawar sudah tiada.”
Tangisku semakin menjadi-jadi.
“Ini….. ini ada surat biru buatan Mawar. Didepannya ada
namamu nak. Silakan baca!”, kata kakak Mawar.
Kubuka surat itu perlahan dan isinya…
Aku tak pernah tahu apa yang kamu rasa, aku juga tak pernah tau apa yang ada di tiap lamunan mu, entah adakah aku disana? Tapi yang pasti kamu selalu ada di sini, di tempat dimana tak ada yang memiliki, entah rasa ini benar adanya atau salah. Aku coba menjauh darimu dengan segenap tenaga yang tersisa, tapi ternyata aku tak mampu, di banding rasa sakit yang ku derita selama ini, aku lebih memilih melihatmu tersenyum, aku tak pernah bermaksud membawamu masuk ke dalam duniaku, aku tak menyadari cinta itu berubah dengan cepat jadi cinta, ku fikir mawar yang tak pernah ku sirami akan layu dengan sendirinya, tapi aku salah , karena mawar itu bahkan bertahan lebih tegar dariku
Naufal, terima kasih karena kau telah hadir
dalam hidupku
Mawar
Mengapa aku tahu perasaannya
padaku setelah ia sudah tiada? Ya Allah…. Hanya pada-Mu semua kan kembali. Tabahkan hati orang-orang yang
sayang pada Mawar. Termasuk aku. Terimalah segala amal ibadahnya, ampuni
dosanya. Aamiin.
Created by DEbyAwalyaboniTA
hehehe maaf kalau kurang sedih^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar