Curhat aja. Gak selamanya yang aku tulis itu aku. Gak selamanya yang kamu baca itu kamu.

Sabtu, 22 Desember 2012

MAWAR TERAKHIR UNTUK MAWAR




            Hari itu pukul 06.20 WIB, sekolah masih sepi. Aku yang sering datang jam segini pun terbiasa dengan kondisi sekolah yang  masih sepi ini.
            “pagi Pak…”, sapaku pada Pak Ade, satpam sekolah.
            “pagi Nak, rajin sekali kamu”, balas Pak Ade dengan logat jawanya yang khas.
            Aku pun melangkahkan kakiku ke kelas. Kelas X.1. Ya, aku baru kelas X. Baru tiga bulan aku menginjakkan kakiku di sekolah ini. Aku adalah orang yang tertutup. Apalagi sama perempuan. Aku selalu jutek dan cuek sama mereka. Teman-temanku pun bingung. Banyak gadis cantik yang suka sama aku tapi yaaa sikapku malah dingin sama mereka. Mereka kira aku ‘abnormal’ haha. Nggak kok. Tapi yasudahlah. Biarlah orang berkata apa~
            Setibanya di kelas, aku duduk. Lalu kubuka komik favoritku dan kemudian aku membacanya. Lima menit kemudian… duuuuuggg…. Aku mendengar seseorang tengah terjatuh. Dia menggedor-gedor pintu dan merintih sesak nafas. Lalu aku hampiri gadis itu.
            “ya Allah… ada apa ini? Apa yang terjadi?”, tanyaku dengan segenap rasa cemas.
            “obat! Ambilkan aku obat! Itu… disana… di tasku…di kelas X.4!”, jawabnya dengan terengos-engos. Aku bingung.
“cepat ambil obatnya!!!” desaknya. Sontak aku panik. Lalu aku segera berlari
ke kelasnya dan mencoba mencari-cari obat di tasnya. Aku tidak tahu dia menyimpannya disebelah mana. Aku mencari-cari. Setelah agak lama, barulah ketemu. Ternyata obatnya ada di dompet kotak kecil yang ada di dalam tempat pensilnya.
            “ini… ini…”, aku pun langsung memberikan obat itu padanya. Dia mengisap benda itu dan sesak nafasnya kemudian mereda.
            “bagaimana?”, tanyaku memastikan keadaannya. Dia diam sejenak, membuatku menunggu. Setelah nafasnya kembali normal, aku bertanya lagi.
            “gimana? Udah enakan?”
            Tapi, bukannya dibalas dengan baik, ia malah marah-marah padaku.
            “kamu ini gimana sih?! Ngambil obat aja lama! Coba kalo aku mati disini? Kamu mau tanggung jawab? Hah?”. Aku terkejut dengan segala sikapnya yang tak berterima kasih. Sampai-sampai aku hanya bisa diam terlamun dengan wajah yang sedikit bodoh.
            “apa?”, tanyaku.
            Lalu dia berdiri dan pergi begitu saja ke kelasnya. Tanpa basa-basi atau apalah. Aku kesal. Kesal sekali. Ingin rasanya aku memarah-marahi gadis itu. Huh. Tambah malas aku sama yang namanya “perempuan”. Hih! Akupun memukul-mukuli tembok dengan genggaman tanganku.
“aaaaaargh!”, teriakku kesal.
“hey! Lagi ngapain lu Fal?”, tanya temanku, Aji, yang baru saja tiba dikelas.
“nggak.” Jawabku singkat.
“kok pagi-pagi udah marah-marah kayak gini sih? Kenapa? Cerita dong sama gua”
“itu tuh. Anak cewek kelas X.4. udah gua tolongin malah marah-marah! Gak tau terima kasih!”, jawabku kesal.
“oh ya? Memang siapa dia?”
“gak tau. Gua gak kenal.”
“sabar ye! Haha. Udah ah muka lu jelek banget sumpah! Wkwkwkwk”
“ni anak malah bikin gua nambah badmood.”
“bodo.” Ledek Aji padaku.
Bel pun berbunyi. Teetttt……….. teeeeeeeeeett…. Teeeeett………..

***

Tiga hari berselang, seperti biasa aku datang pagi ke sekolah. Dan seperti biasa pula aku membaca komik. Kali ini komik yang kubaca, komik baru. Seru sekali. Ketika sedang asyik-asyiknya membaca, tiba-tiba seorang gadis datang kehadapanku. Ah, ternyata perempuan itu. Perempuan yang tidak tahu terima kasih.
“ada apa?”, tanyaku singkat. Dia terlihat malu-malu dan ragu. Entah apa yang akan dia katakan. Suasana berubah jadi hening. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya.
“ada apaaa?!!”, tanyaku dengan nada yang sedikit terpancing emosi. Kupikir dia mau apa. Ternyata dia malah mengeluarkan setangkai bunga mawar yang ia sembunyikan. Mebuatku semakin bertanya-tanya.
“ini apaaa?!! Apa maksudmu? Kau pikir ini taman kanak-kanak? Hah? Jangan bercanda!!”, kesalku.
“kenapa mesti marah sih? Aku kesini cuma mau minta maaf. Jangan marah! Aku tau waktu itu aku salah. Makanya aku kesini buat minta maaf.” Balasnya dengan raut wajah yang sedih. Aku sontak terkejut dengan sikapnya yang mulai mencair. Aku mencoba tenang menghadapinya .
“berapa umur kamu?” tanyaku.
“16 tahun.”, jawabnya dengan kepala yang menunduk.
“nah kan?! umur kamu udah gak muda lagi, kenapa justru sikap kamu seperti
anak kecil ?!” marah ku padanya. Lalu ia pun tiba tiba berbalik menatapku seperti akan menghukumku, dengan nafas yang tak beraturan ia letak kan bunga itu sambil memukul meja.
“Aku kan sudah minta maaf!!! Isssh!”
Dan dia pun pergi lagi, namun kali ini langkahnya terhenti didepan kelasku, sambil mengusap matanya, apa dia menangis? Menangis karenaku ?! Aku pun keluar menghampirinya, ku coba memastikan benarkah fikiran ku itu, dan ternyata benar, dia menangis. Aduhh… apa yang harus aku lakukan? Aku bimbang dan bingung apa yang harus ku lakukan terhadapnya. Sampai akhirnya aku memberanikan diri meminta maaf padanya,
“aku salah, aku minta maaf ya?”
Ia lalu menoleh ke arahku dengan air mata yang membasahi wajahnya sambil berkata,
            “apa kamu tahu berapa hari aku memikirkan hal itu, hanya untuk meminta maaf saja tuh, itu gak mudah, tapi karena aku tahu aku yang salah, makanya aku memberanikan diri kembali kesini dan minta maaf, aku juga malu begini, tapi kamu bukan nya ngomong baik baik malah memarahiku, aku gak biasa melakukan ini, kamu tahu?!!” kesalnya. Aku tertunduk mendengar jawaban nya.
“iya, aku minta maaf ya, aku juga salah.” Balasku.
“hmmmmm….”
“jangan nangis dong! Jelek tau! Heheheh”
“apaan sih…”
“iyaya maaf hehehe.. senyum dong!”
            Lalu aku senyum dan mengajak dia untuk cantelan. Dia pun tersenyum. Aku tertawa. Dia pun tertawa.
            “ekheeemm… ciyeeeee ciyeeeeee……”, Aji ternyata dari tadi melihat kejadian itu. Dia ngumpet.
            “apasih lu!!”
            “iyeee iyeee maaaf”, Aji pun masuk ke kelas.
            “maaf ya, temanku memang suka rada-rada. Hahahhaa” jelasku pada gadis itu.
            “iya hahahah gak apa-apa.” jawabnya sambil ketawa.
            “oiya, nama kamu siapa?”
            “Mawar. Kamu?
            “Naufal. Salam kenal ya.”, sambil memberikan sebuah senyuman manis padanya.
            “oke. Aku balik ke kelas dulu ya”,
            “oh iya iya silakan”
***

           
Mulai hari itu, hubungan kami pun terjalin seiring berjalannya waktu. Setiap pagi, dia selalu menghampiriku dan memberiku setangkai mawar. Aku pernah bertanya kepadanya kenapa dia selalu memberikan bunga mawar untukku? Dia jawab, karena di halaman rumahnya memang banyak sekali bunga mawar dan bunga mawar adalah bunga kesukaannya. Dia suka memetik mawarnya untuk orang yang dekat dengannya. Sahabatnya pun selalu ia beri. Next, aku dan Mawar sering pulang bareng, ke kantin bareng, ke perpus bareng. Dan….. ketawa bareng, nangis bareng daaaaaaaaaan yang lainna. Mulai saat itu kita selalu bersama. Entah mengapa kami dekat dengan sendirinya, setiap hari semakin dekat. Sampai ku tak menyadari berapa lama aku mengenalnya hingga perasaan itu berubah jadi sesuatu yang tak bisa ku jelaskan pada dirku sendiri. Kini tiap malam aku merenungi apa yang sedang terjadi padaku, sambil menatap bintang-bintang dilangit, kini kucoba berbicara pada alam “kenapa???????????????? apa ini cinta??????????? “. Ku fikir aku akan jadi gila bila tidak menemukan jawaban nya. Seseorang yang jutek, cuek dan dingin terhadap perempuan ini bisa jatuh cinta? Oh My God…….
           
Pagi kembali datang. Kusambut hari dengan penuh semangat. Semangat karena apa hayo? Hayoooo? Hehehe.
            “aku jatuh cinta kepada dirinya~ sungguh-sungguh cinta oh apa adanya~”, aku lagi suka lagu itu hihi. Mungkin…… iya mungkin.
            “hayoooooooooo!!!!!! Ciyeeeeee tau deh yang lagi jatuh cinta!”, teriak Aji mengejutkanku.
            “yaelah elu!!!! Gue kaget sumpah.”, sambil mengusap-mengusap dada.
            “hahahahahaha”, Aji hanya menertawakanku,
            “puas lu puaaaaaaas?!!!”, kesalku.
            “gua tau lanjutannya, yang gini kan… aku jatuh cinta~ butiran debu~”, sambung Habib, dia temanku juga. Dia lucu orangnya. Haha
            “bukan biiiiiiiiiib!!!! Hih!”
            “pagi Naufal… pagi Aji… pagi Habib”, Mawar pun seperti biasa ke kelasku. Tak lupa pula ia memberikanku setangkai mawar.
            “uuueeekheeeemm….”, Aji dan Habib pun teriak seperti orang yang batuk akut.
            “lu berdua batuk? Udah deh sana-sana keluar!”, kataku.
            “ngusir? Yaudah deh, capcus cin!”, ajak Habib pada Aji.
            “hahahhaha aduh ada-ada aja mereka”, kata Mawar dengan tawanya. Tawa yang indah. Kok dia makin cantik ya? Hmmmm.
            “uueeekheeemm……”, Aji dan Habib muncul lagi di depan pintu sambil gaya batuknya mereka. Kemudian pergi lagi. Ah iseng terus nih mereka.
            “woooooy!”, teriakku pada mereka.
            “hahahahha”, Mawar pun tertawa lagi.
            “eh, ngomong-ngomong pulang sekolah kamu mau kemana? Pulang kan? Bareng yuk!”, ajakku padanya.
            “aku bawa sepeda”
            “yaudah nanti aku yang boncengin deh! Hehe mau?”
            “boleh deh…”, jawab Mawar sambil tersenyum.

                                                            ***

            Tettttt….. tettt…. Teettt…
Bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku segera menghampiri Mawar. Lalu kita ke tempat parkir dan mengambil sepedanya Mawar.
            “yuk naik!”, ajakku dengan semangat.
            “yuk! Jangan ngebut-ngebut ya aku takut heheh”
            Aku dan Mawar pun pulang bersama dengan sepedanya. Aku harus mengantar Mawar ke rumahnya.

            Akhirnya sampai di rumah Mawar. Aku turun kemudian memberikan sepedanya pada Mawar.
            “makasih yaah”, kata Mawar.
            “iya sama-sama”, jawabku.
            “naufal…..”, ia memanggil namaku.
            “iya, apa?”, aku pun memberikan senyuman padanya.
            “hmmmmm…. Besok ada waktu gak pulang sekolah? Aku mau ajak kamu ke Taman.”, aku bertanya-tanya, mau apa ya dia mengajakku ke taman?
            “hmmmmm…. Kurang tau deh. Yaudah kalo emang ada waktu, nanti aku kesana.”
            “okeh! Naufal…..”, ia memanggil namaku lagi.
            “iya, apa?”
            “hari ini, kamu gak mau kasih aku bunga?”, tanyanya memandangiku. Sontak aku bertanya-tanya, apa yang aku janjikan padanya.
“Hmmmmm…. kamu pasti lupa ya? hari ini kan, setengah tahunan kita bersama-sama. Menjadi teman dekat.”,  rautnya berubah menjadi kecewa.
“apa? ada ya setengah tahunannya?”, tanyaku polos. Ia lalu mengalihkan pandangan nya dariku.
 “payah. padahal kan, aku harapin kamu inget.” sedihnya.
“itu, iya kamu mau apa? nanti aku belikan?”, tanyaku memberi harapan padanya.    “beneeeeeer?”, tanyanya kegirangan, entah kenapa melihatnya bahagia seperti ini, aku merasa sedih, tak biasa nya seperti ini, rasanya seperti aku rindu suasana seperti ini, duduk bersamanya dan bergurau bersama
            “hmm…. Gak banyak yang aku mau, aku cuma mau bunga mawar.” Cetusnya.
            “ mawar?”
            “iya, slama ini kan aku terus yang bawain mawar buat kamu, lain kali harus kamu dong yang bawa mawar buat aku, kamu tuh gak ada inisiatif banget sih?”, lucu ku melihatnya begini, dia selalu punya cara untuk membuatku tersenyum.
            “cuma itu?”, tanyaku, ia menoleh ke arahku dan kembali tersenyum dengan mata yang menyipit.
            “iya, aku tunggu ya”
            “okeh! Aku pamit pulang yaaaa? Dadaaaah Mawar!”, aku pun mulai melangkahkan kakiku dan melambaikan tangan untuknya. Entah mengapa kaki ini berat sekali untuk melangkah.
            “Naufaaaal…….”, ia memanggil namaku untuk yang ke tiga kalinya.
            “apa?”
            “tidak.”, ia memberikanku sebuah senyuman. Deeeggg…. Senyuman itu….. tak seperti biasanya. Indah…. Indah sekali.
            “hehe kamu nih. Dadaaaah… Assalamu’alaikum”, akupun pulang dengan tanda tanya. Iya, tanda tanya untuk senyuman itu.


                                                                        ***


            Pagi yang cerah. Kumulai hariku dengan do’a yang selalu terperanjat. Hari ini Bu Suci mau mengadakan ujian praktek kimia, jadi kelas dimulai 1 jam lebih awal. Jam 6. iya, jam 6 pelajaran sudah dimulai. Hari ini aku belum bertemu Mawar. Tapi hari ini di sekolah aku tidak dapat menemuinya. Karena semua guru mata pelajaran hadir semua. Tidak mungkin aku bolos. Jam istirahat, waktuku terpakai oleh tugas Bu Indri. Bu Indri meminta tolong padaku untuk mengetikkan naskah drama untuk pementasan Theater nanti. Karena memang dikelas, aku lah orang yang paling cepat dalam mengetik
 Tak terasa, sudah waktunya pulang. Hari ini ada kerja kelompok yang memungkinkan aku untuk pulang sore. Akhirnya aku mengerjakannya. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam sudah terlewati. Sore pun menjelang. Aku pulang. Dan malam….. malam menjelma. Aku lelah. Ku rebahkan tubuh ini ke ranjang kasur. Empuk sekali. Akupun menengok handphoneku yang sedari tadi aku matikan. Ada 15 panggilan tak terjawab? dari Mawar?!! dan juga ada 1 pesan masuk dari nya, dan ku baru ingat bahwa ku berjanji akan membelikan mawar untuknya, ya ampun kenapa aku bisa lupa banget begini sih?! berhubung sudah malam dan tak ada tukang mawar pada malam hari, aku pun terpaksa mengundur janjiku untuk membelikan nya mawar pada esok hari. Sungguh hatiku tak tenang, aku merasa bersalah padanya, ku coba menghubunginya, tapi handphonenya tidak aktif. Pesan ku pun tak terbalas olehnya, apa dia marah padaku?
Pukul 23.00 aku masih belum bisa tertidur. Aneh. hari ini bintang pun tak ada, semilir angin seperti bebisik padaku, namun entah mengapa malam ini rasanya dingin sekali, apa esok akan hujan?

                                                                        ***

            Pagi menjelang. Awan mendung mengiringi langkahku. Rasa-rasanya hari ini berbeda. Entah apa yang berbeda. Hari ini aku janji akan memberikan bunga mawar untuk Mawar. Pagi-pagi aku ke kelasnya. Tapi Mawar tak ada.
            “hey…. Ada Mawar?”, tanyaku pada salah seorang teman Mawar.
            “hmmmm… belum datang. Mungkin sebentar lagi.”, jawabnya.
            “yasudah makasih ya.”, akupun kembali ke kelas sambil berharap nanti pulang sekolah ia ada dan kita sama-sama pergi ke taman, ke tempat yang ia janjikan lusa kemarin.
            Tetttt…. Teettt… teett…. Bel pulang berbunyi. Aku berharap. Aku berharap Mawar ada di kelasnya.
            “ada Mawar?”, tanyaku ke temannya.
            “gak ada. Dia gak masuk hari ini dan gak ada keterangannya. Mungkin suratnya bakal nyusul besok atau lusa.”
            “aa… aaapaa? Tak ada? Astagfirullah. I… iii ya yaudah makasih.”
            Aku segera berlari. Perasaanku tak enak. Aku beli mawar dulu, atau langsung ke rumah Mawar untuk memastikan keadaannya ya? Ah aku kan sudah janji. Iya, aku membeli bunga Mawar dulu. Akupun pergi ke toko bunga dan ku beli setangkai mawar.
            Setelah itu, aku pergi ke rumah Mawar. Dan akhirnya aku sampai di gang rumahnya. Hatiku berdebar-debar ketika kumulai menelurusi gang itu. Sepi, sunyi. Ah mungkin Mawar hanya sedang menemani Orang tuanya atau saudaranya yang sedang sakit. Atau pergi ke rumah neneknya. Atau…….
            Prasangka baikku terhenti oleh bendera kuning yang ada di depan rumah Mawar.
Aku segera berlari dengan segala prasangka buruk tentang Mawar. Ya Tuhan, siapa yang meninggal? Siapa? Kenapa rumah ini sepi? Ketika kumulai melewati pagar rumah mawar dan mau memasuki rumahnya, seorang wanita keluar dari rumah Mawar dengan memakai baju hitam-hitam. Ada apa ini? akupun menghampiri wanita itu.
            “kak, mohon maaf, siapa yang meninggal?”
            “adek siapa?”, tanyanya dengan terisak-isak.
            “saya Naufal kak, teman Mawar.”, kataku menjelaskan.
            “Naufal??? Dek…… Mawar……”, wanita itu semakin menangis.
            “Mawar meninggal. Sekarang raganya telah disemayamkan di Yogya. Disamping kuburan Ibunya”, lanjutnya.
Aku lemas dan terjatuh. Mawar, mawar ini belum sempat kuberi untukmu. Kelopak bunga mawar yang ku pegang, berguguran. Maafkan aku Mawar. Maafkan aku. Aku menangis. Betapa tidak? Mawar ini, mawar ini adalah mawar terakhir untuknya. Aku mencoba tegar. Berdiri. Dan mengusap air yang membanjiri pipiku.
“dek Naufal…. Yang tabah ya nak!”, titah kakaknya yang nangisnya sudah mereda.
“kemarin, Mawar pulang sore, katanya habis dari taman.”
“sore?”
“iyaa”. Ya Allah. Mawar menungguku hingga sore. Aku menyesal tidak menepati janjiku. Aku semakin menangis.
“dan ketika malam, ia merintih sesak nafas. Kau tahu nak? Mawar punya penyakit asma sejak SD. Kapanpun asma nya bisa kambuh. Apalagi sekarang, kata dokter, asma yang di derita Mawar, sudah akut. Dan saat malam tadi, Mawar menjerit-jerit kesakitan. Dia tak henti-hentinya memukul-mukul dadanya. Asmanya parah, obat tak mampu meredakan nafasnya. 15 menit berselang, saat kakak dan keluarga sedang menunggu kehadiran dokter, nyawa Mawar sudah tiada.”
Tangisku semakin menjadi-jadi.
“Ini….. ini ada surat biru buatan Mawar. Didepannya ada namamu nak. Silakan baca!”, kata kakak Mawar.
Kubuka surat itu perlahan dan isinya…

Aku tak pernah tahu apa yang kamu rasa, aku juga tak pernah tau apa yang ada di tiap lamunan mu, entah adakah aku disana? Tapi yang pasti kamu  selalu ada di sini, di tempat dimana tak ada yang memiliki, entah rasa ini benar adanya atau salah. Aku coba menjauh darimu dengan segenap tenaga yang tersisa, tapi ternyata aku tak mampu, di banding rasa sakit yang ku derita selama ini, aku lebih memilih melihatmu tersenyum, aku tak pernah bermaksud membawamu masuk ke dalam duniaku, aku tak menyadari cinta itu berubah dengan cepat jadi cinta, ku fikir mawar yang tak pernah ku sirami akan layu dengan sendirinya, tapi aku salah , karena mawar itu bahkan bertahan lebih tegar dariku

Naufal, terima kasih karena kau telah hadir dalam hidupku

Mawar



Mengapa aku tahu perasaannya padaku setelah ia sudah tiada? Ya Allah…. Hanya pada-Mu semua kan kembali. Tabahkan hati orang-orang yang sayang pada Mawar. Termasuk aku. Terimalah segala amal ibadahnya, ampuni dosanya. Aamiin.







Created by DEbyAwalyaboniTA

hehehe maaf kalau kurang sedih^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar